Cari Blog Ini

Jumat, 26 Mei 2017

[REVIEW] Metafora Padma dan Tafsir Seorang Manusia

   
   
Judul          : Metafora Padma
Penerbit    :  Gramedia Pustaka Utama
ISBN13      : 9786020332970
Paperback, 168 halaman
   
     Saya cukup sering membeli kumpulan cerpen. Saya mempunyai beberapa buah kumpulan cerpen majalah Bobo, yang saya koleksi sejak SD hingga SMP. Tentu saja, cerpen-cerpen itu ditujukan untuk usia anak-remaja.

     Tapi berbeda kalau soal cerpen untuk young adult atau dewasa, misalnya Seribu Kunang-kunang di Manhattan-nya Umar Kayam atau kumpulan cerpen dari koran. Kebanyakan saya membacanya dari teman ataupun dari perpustakaan. Metafora Padma karya Bernard Batubara[selanjutnya akan saya sebut Mas Bara] ini adalah cerpen dengan tema untuk usia dewasa yang pertama kali saya beli.

    Sebelum memutuskan untuk membeli, saya sudah mengetahui secara sekilas terbitnya buku  ini lewat situs Goodreads. Bernard Batubara saya ketahui adalah seorang penulis produktif dengan karya yang kebanyakan bertema romansa. Awalnya saya kira kumpulan cerpen ini bergenre romansa, genre yang bagi saya “not my cup of tea.

    Namun kebetulan saya mengikuti Creative Writing di suatu Universitas dengan pembicara Mas Bara. Ia menceritakan beberapa karyanya, termasuk Metafora Padma yang merupakan karya terbarunya [pada saat itu]. Dari uraian Mas Bara, saya menjadi tertarik untuk membacanya, dan satu minggu kemudian membelinya di toko buku.
***
      (1)Perkenalan. (2)Demarkasi. (3)Gelembung. (4)Hanya Pantai yang Mengerti. (5)Rumah. (6)Obat Generik. (7)Percakapan Kala Hujan. (8)Es Krim. (9)Alasan. (10)Metafora Padma. (11)Suatu Sore. (12)Kanibal. (13)Sepenggal Dongeng Bulan Merah. (14)Solilokui Natalia.

      Ada 14 cerpen yang tertuang di 140 halaman Metafora Padma. Waktu kurang lebih satu bulan saya perlukan untuk membaca seluruh cerpen –cukup lama untuk buku setebal itu. Bukan karena tidak menarik. Bagi saya Mas Bara berhasil menyajikan cerita-cerita yang nikmat, dan penulisannya pun mengalir dengan nyaman. Semua cerpennya menarik.

       Satu bulan saya perlukan untuk melahap seisi buku karena saya memberi jeda beberapa hari tiap satu cerpen selesai saya baca. Mengapa? Entahlah, mungkin saya hanya merasa perlu demikian, mungkin “jiwa” tulisan-tulisan itu yang membuat saya begitu.

        Kebanyakan cerpen bertemakan tentang konflik sosial, tema lainnya misalnya konflik batin atau ketidaksetiaan dalam hubungan. Saat acara Creative Writing, Mas Bara menceritakan bahwa Metafora Padma ditulis dari pengalaman masa kecilnya, sewaktu konflik terjadi di Kalimantan[hal yang membuat saya tertarik dengan Metafora Padma]. Itulah mengapa di lembar persembahan tertulis “ –untuk masa kecilku”.

       Salut buat Mas Bara yang mampu menuangkan pengalamannya menjadi Metafora Padma. Saya pikir itu bukan hal yang mudah. Bukan perkara mudah “memakan diri-sendiri” dengan mengenang masa lalu yang tak mengenakkan. Bagi saya pribadi, kenangan buruk yang dialami saat masa kecil dapat terasa lebih membekas dibandingkan bila kenangan itu kita alami saat dewasa.

Cerpen Favorit
      Cerpen favorit saya adalah Kanibal. Cerpen ini bercerita tentang konflik batin seorang penulis terhadap pekerjaannya, yang membuat ia “menghabisi” tubuhnya sendiri. Twist di akhir cerita semakin menambah nilai cerpen ini.

      Si Kanibal melakukan itu setelah bertemu Sang Penulis kesukaannya di festival sastra –tepat saat ia merasa gagal menjadi penulis sukses. Dari pernyataan Sang Penulis, si Kanibal memberanikan diri  memotong-motong tubuhnya. Keputusan yang si Kanibal ambil setelah memikirkan pernyataan Sang Penulis tentang dirinya yang belum berhasil dalam kariernya.

        Inilah yang memberikan kesan untuk saya. Cerpen ini bercerita tentang tafsir.

    Manusia yang memikirkan apa arti sesuatu. Di kehidupan sehari-hari, film yang kita tonton, peristiwa yang kita saksikan, buku yang kita baca, dapat diartikan berbeda-beda oleh tiap orang. Berkaitan dengan Metafora Padma, saya cantumkan kutipan yang terdapat di salah satu cerpen –juga tercetak di sampul belakang buku:

   “Kamu harus tahu, Harumi sayang. Pada zaman ketika kekerasan begitu mudah dilakukan, hal terburuk yang bisa dimiliki seseorang adalah identitas.”

     Apa artinya memiliki identitas menjadi hal terburuk? Menurut saya, yang dimaksud identitas adalah saat kita kebetulan memiliki identitas yang sama dengan kelompok yang sedang berkonflik. Misalnya, terjadi konflik antara kelompok A dan B. Seseorang yang memiliki identitas A atau B, dapat terseret ke pertikaian tersebut, meskipun secara pribadi orang tersebut tidak memiliki kesalahan.

     Apakah itu yang dimaksud Mas Bara? Mungkin ya, mungkin tidak. Apa pembaca lain punya pemaknaan yang berbeda? Tidak tertutup kemungkinannya.

     Kembali ke penafsiran si Kanibal, apakah ia salah karena menanggap pernyataan Sang Penulis “secara tekstual”? Apakah si Kanibal bodoh setelah bertindak sesuai dengan penafsirannya? Apakah kesalahan lebih berat pada penyampaian Sang Penulis? Soal itu, saya pikir, dapat menjadi bahasan lain.

Rating: 4/5

       Kumpulan cerpen yang memuaskan dari Mas Bara. Kalau Mas Bara membuat karya dengan tema seperti ini lagi, saya siap menambah koleksi buku saya. J   

1 komentar: