Judul : Metafora Padma
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
ISBN13 : 9786020332970
Paperback, 168 halaman
Saya cukup sering membeli kumpulan cerpen. Saya mempunyai beberapa buah kumpulan cerpen majalah Bobo, yang saya koleksi sejak SD hingga SMP. Tentu saja, cerpen-cerpen itu ditujukan untuk usia anak-remaja.
Tapi
berbeda kalau soal cerpen untuk young adult atau dewasa, misalnya Seribu Kunang-kunang di Manhattan-nya Umar Kayam atau kumpulan cerpen dari koran. Kebanyakan saya membacanya dari
teman ataupun dari perpustakaan. Metafora Padma karya Bernard Batubara[selanjutnya
akan saya sebut Mas Bara] ini adalah cerpen dengan tema untuk usia dewasa yang
pertama kali saya beli.
Sebelum
memutuskan untuk membeli, saya sudah mengetahui secara sekilas terbitnya buku ini lewat situs Goodreads. Bernard Batubara
saya ketahui adalah seorang penulis produktif dengan karya yang kebanyakan
bertema romansa. Awalnya saya kira kumpulan cerpen ini bergenre romansa, genre yang
bagi saya “not my cup of tea”.
Namun
kebetulan saya mengikuti Creative Writing di suatu Universitas dengan pembicara
Mas Bara. Ia menceritakan beberapa karyanya, termasuk Metafora Padma yang
merupakan karya terbarunya [pada saat itu]. Dari uraian Mas Bara, saya menjadi
tertarik untuk membacanya, dan satu minggu kemudian membelinya di toko buku.
***
(1)Perkenalan.
(2)Demarkasi. (3)Gelembung. (4)Hanya Pantai yang Mengerti. (5)Rumah. (6)Obat
Generik. (7)Percakapan Kala Hujan. (8)Es Krim. (9)Alasan. (10)Metafora Padma. (11)Suatu
Sore. (12)Kanibal. (13)Sepenggal Dongeng Bulan Merah. (14)Solilokui Natalia.
Ada 14
cerpen yang tertuang di 140 halaman Metafora Padma. Waktu kurang lebih satu
bulan saya perlukan untuk membaca seluruh cerpen –cukup lama untuk buku setebal
itu. Bukan karena tidak menarik. Bagi saya Mas Bara berhasil menyajikan cerita-cerita
yang nikmat, dan penulisannya pun mengalir dengan nyaman. Semua cerpennya
menarik.
Satu
bulan saya perlukan untuk melahap seisi buku karena saya memberi jeda beberapa
hari tiap satu cerpen selesai saya baca. Mengapa? Entahlah, mungkin saya hanya
merasa perlu demikian, mungkin “jiwa” tulisan-tulisan itu yang membuat saya
begitu.
Kebanyakan
cerpen bertemakan tentang konflik sosial, tema lainnya misalnya konflik batin
atau ketidaksetiaan dalam hubungan. Saat acara Creative Writing, Mas Bara
menceritakan bahwa Metafora Padma ditulis dari pengalaman masa kecilnya,
sewaktu konflik terjadi di Kalimantan[hal yang membuat saya tertarik dengan
Metafora Padma]. Itulah mengapa di lembar persembahan tertulis “ –untuk masa
kecilku”.
Salut
buat Mas Bara yang mampu menuangkan pengalamannya menjadi Metafora Padma. Saya
pikir itu bukan hal yang mudah. Bukan perkara mudah “memakan diri-sendiri”
dengan mengenang masa lalu yang tak mengenakkan. Bagi saya pribadi, kenangan
buruk yang dialami saat masa kecil dapat terasa lebih membekas dibandingkan
bila kenangan itu kita alami saat dewasa.
Cerpen Favorit
Cerpen
favorit saya adalah Kanibal. Cerpen ini bercerita tentang konflik batin seorang
penulis terhadap pekerjaannya, yang membuat ia “menghabisi” tubuhnya sendiri. Twist
di akhir cerita semakin menambah nilai cerpen ini.
Si
Kanibal melakukan itu setelah bertemu Sang Penulis kesukaannya di festival
sastra –tepat saat ia merasa gagal menjadi penulis sukses. Dari pernyataan Sang
Penulis, si Kanibal memberanikan diri
memotong-motong tubuhnya. Keputusan yang si Kanibal ambil setelah
memikirkan pernyataan Sang Penulis tentang dirinya yang belum berhasil dalam
kariernya.
Inilah yang memberikan kesan untuk saya.
Cerpen ini bercerita tentang tafsir.
Manusia
yang memikirkan apa arti sesuatu. Di kehidupan sehari-hari, film yang kita
tonton, peristiwa yang kita saksikan, buku yang kita baca, dapat diartikan berbeda-beda
oleh tiap orang. Berkaitan dengan Metafora Padma, saya cantumkan kutipan yang
terdapat di salah satu cerpen –juga tercetak di sampul belakang buku:
“Kamu
harus tahu, Harumi sayang. Pada zaman ketika kekerasan begitu mudah dilakukan,
hal terburuk yang bisa dimiliki seseorang adalah identitas.”
Apa
artinya memiliki identitas menjadi hal terburuk? Menurut saya, yang dimaksud
identitas adalah saat kita kebetulan memiliki identitas yang sama dengan
kelompok yang sedang berkonflik. Misalnya, terjadi konflik antara kelompok A
dan B. Seseorang yang memiliki identitas A atau B, dapat terseret ke pertikaian
tersebut, meskipun secara pribadi orang tersebut tidak memiliki kesalahan.
Apakah
itu yang dimaksud Mas Bara? Mungkin ya, mungkin tidak. Apa pembaca lain punya
pemaknaan yang berbeda? Tidak tertutup kemungkinannya.
Kembali
ke penafsiran si Kanibal, apakah ia salah karena menanggap pernyataan Sang
Penulis “secara tekstual”? Apakah si Kanibal bodoh setelah bertindak sesuai
dengan penafsirannya? Apakah kesalahan lebih berat pada penyampaian Sang
Penulis? Soal itu, saya pikir, dapat menjadi bahasan lain.
Rating: 4/5
Kumpulan
cerpen yang memuaskan dari Mas Bara. Kalau Mas Bara membuat karya dengan tema
seperti ini lagi, saya siap menambah koleksi buku saya. J
Msepupresyu Stanley Camacho https://wakelet.com/@iftrodniahip682
BalasHapusliazworinga